NARASI DAN KITA: ANTARA KONFLIK DAN RESOLUSI
Sebuah
karya naratif biasanya memiliki konflik yang menciptakan ketegangan dan ‘ketertarikan’
bagi pembaca. Contoh konflik dalam narasi dapat terlihat pada targedi-tragedi
Yunani. Salah satunya kisah Raja Oedipus yang dibuang dari negeri Thebes karena
ia diramalkan akan membunuh Ayahnya. Pada saat ia dewasa, ia kembali negeri
Thebes dan dalam perjalanannya ia tidak sengaja membunuh Ayahnya. Iapun
akhirnya menikahi Ibunya. Kisah ini melahirkan rasa iba dan ketakutan.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Aristoteles bahwa “The function of tragedy is to effect a
pleasurable catharsis of the emotions of pity and terror.”
Konflik-konflik
dalam narasi pada dasarnya mencakup konflik manusia dengan manusia, manusia
dengan masyarakat, manusia dengan alam, manusia dengan dirinya sendiri. Kisah
Raja Oedipus yang disampaiikan di awal adalah contoh konflik manusia dengan
manusia. Tokoh perempuan bernama Hester dalam The Scarlet Letter karya dari
Nathaniel Hawthorne adalah contoh konflik antara manusia dengan masyarakat. Kisah
The Old Man and the Sea karya Ernest Hemingway adalah contoh karya tentang
konflik manusia dengan alam, sedangkan Robinson Crusoe adalah kisah tentang
manusia yang berkonflik dengan dirinya.
Konflik
yang ada pada karya sastra naratif biasanya diikuti oleh resolusi. Ada tiga macam
resolusi dalam karya naratif yaitu comic
resolution, tragic resolution dan
linear
resolution. Comic resolution adalah
keaadaan dimana tokoh utama adalah pihak yang diuntungkan, sedangkan dalam tragic resolution, tokoh utama adalah
pihak yang tidak beruntung. Linear
resolution adalah keadaan dimana tokoh utama tidak mengalami perubahan
dalam cerita.
Konflik
dan Resolusi dalam Kehidupan Manusia
Konflik
dan resolusi yang muncul dalam karya naratif tergambar dalam kehidupan manusia.
Tokoh-tokoh dalam sebuah cerita mengalami konflik-konflik, begitu juga halnya
dalam kehidupan manusia. Manusia tidak ada yang hidup tanpa konflik. Melalui
konflik, baik tokoh-tokoh cerita maupun manusia dalam kenyataannya membutuhkan
konflik untuk bisa membuat ‘cerita/kisahnya’ menjadi lebih bernilai.
Resolusi
baik dalam narasi maupun kehidupan nyata adalah sebuah kebutuhan. Hal ini
didasarkan pada argumen bahwa tokoh-tokoh dan manusia dalam kehidupan nyatanya
menginginkan sebuah tatanan (order).
Manusia juga menginginkan sebuah resolusi atas persoalan kehidupannya. Pendapat
ini menegaskan salah satu sifat manusia yaitu ambivalen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar