Rabu, 07 November 2012

NARASI DAN KITA: ANTARA KONFLIK DAN RESOLUSI




NARASI DAN KITA: ANTARA KONFLIK DAN RESOLUSI


Sebuah karya naratif biasanya memiliki konflik yang menciptakan ketegangan dan ‘ketertarikan’ bagi pembaca. Contoh konflik dalam narasi dapat terlihat pada targedi-tragedi Yunani. Salah satunya kisah Raja Oedipus yang dibuang dari negeri Thebes karena ia diramalkan akan membunuh Ayahnya. Pada saat ia dewasa, ia kembali negeri Thebes dan dalam perjalanannya ia tidak sengaja membunuh Ayahnya. Iapun akhirnya menikahi Ibunya. Kisah ini melahirkan rasa iba dan ketakutan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Aristoteles bahwa “The function of tragedy is to effect a pleasurable catharsis of the emotions of pity and terror.”
Konflik-konflik dalam narasi pada dasarnya mencakup konflik manusia dengan manusia, manusia dengan masyarakat, manusia dengan alam, manusia dengan dirinya sendiri. Kisah Raja Oedipus yang disampaiikan di awal adalah contoh konflik manusia dengan manusia. Tokoh perempuan bernama Hester dalam The Scarlet Letter karya dari Nathaniel Hawthorne adalah contoh konflik antara manusia dengan masyarakat. Kisah The Old Man and the Sea karya Ernest Hemingway adalah contoh karya tentang konflik manusia dengan alam, sedangkan Robinson Crusoe adalah kisah tentang manusia yang berkonflik dengan dirinya.
Konflik yang ada pada karya sastra naratif biasanya diikuti oleh resolusi. Ada tiga macam resolusi dalam karya naratif yaitu comic resolution, tragic resolution dan  linear resolution. Comic resolution adalah keaadaan dimana tokoh utama adalah pihak yang diuntungkan, sedangkan dalam tragic resolution, tokoh utama adalah pihak yang tidak beruntung. Linear resolution adalah keadaan dimana tokoh utama tidak mengalami perubahan dalam cerita.
Konflik dan Resolusi dalam Kehidupan Manusia
Konflik dan resolusi yang muncul dalam karya naratif tergambar dalam kehidupan manusia. Tokoh-tokoh dalam sebuah cerita mengalami konflik-konflik, begitu juga halnya dalam kehidupan manusia. Manusia tidak ada yang hidup tanpa konflik. Melalui konflik, baik tokoh-tokoh cerita maupun manusia dalam kenyataannya membutuhkan konflik untuk bisa membuat ‘cerita/kisahnya’ menjadi lebih bernilai.
Resolusi baik dalam narasi maupun kehidupan nyata adalah sebuah kebutuhan. Hal ini didasarkan pada argumen bahwa tokoh-tokoh dan manusia dalam kehidupan nyatanya menginginkan sebuah tatanan (order). Manusia juga menginginkan sebuah resolusi atas persoalan kehidupannya. Pendapat ini menegaskan salah satu sifat manusia yaitu ambivalen.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar